Kalau dipikir-pikir, sekarang sudah setahun lebih saya menjadi anggota Forum Studi Islam (FSI).
Mulanya, tidak ada niatan saya untuk memasuki organisasi ini. Oh, tentu saja saya tahu dan simpati pada FSI (hello, I'm a muslimah!) tapi saya tidak terlalu berminat memasukinya. Di mata saya, para anggota FSI ibarat bidadari-bidadari dengan jilbab lebar, rok panjang, dan baju longgarnya. Sedangkan saya, yang saat itu masih berstatus maba, cukup nyaman dengan blus berlengan pendek, rok selutut, dan rambut diurai. Bagaimana mungkin saya menjadi anggota FSI?
Singkat kata, setelah melalui proses mabim (masa bimbingan) yang cukup melelahkan, kami dipersilakan untuk mendaftar badan. Saat itu, pikiran saya langsung tertuju pada tiga badan yang saya minati: Media Aesculapius (MA), Badan Film Mahasiswa (BFM), dan Tim Bantuan Medis (TBM). Saya mengambil tiga formulir dan sudah mengisi dua formulir pertama dengan MA dan BFM ketika kata-kata dari teman saya mendadak membuyarkan impian saya.
"Ta....di TBM ada lat-fis (latihan fisik) lho."
Oh, tidak. Latihan fisik?! Itu adalah satu hal yang sangat saya benci. Oke, saya tahu ini tidak baik untuk kesehatan saya, tapi saya sangat benci olahraga. Dan saya tahu kalaupun saya nekat, saya takkan mampu menjalaninya. Maka saya mengurungkan niat mendaftar TBM.
Saya memutar otak kembali. Saya harus mendaftar badan apa kalau begitu? Tidak ada badan lain yang benar-benar saya minati. Mungkin saya sempat terpikir Senat, namun entah kenapa sesuatu memberitahu saya untuk tidak mendaftar Senat. Saya pun mencoba mengingatkan diri, apa yang saya inginkan untuk saya capai di kehidupan berorganisasi? Menulis, sudah saya usahakan dengan mendaftar MA. Perfilman, saya mendaftar BFM. Lalu apa lagi?
Mendadak saya teringat keinginan saya saat itu, yang saya rasa saya belum cukup mantap untuk mewujudkannya: memakai jilbab. Dan saya pun sampai pada satu kesimpulan, kalau saya mau memantapkan niat, tidak ada tempat yang lebih baik untuk mendukung saya selain FSI. Ya, FSI. Maka tanpa pikir panjang, saya pun mengisi formulir ketiga saya untuk FSI.
Seperti yang sudah saya pikirkan sebelumnya, teman-teman saya yang mendaftar FSI adalah kumpulan akhwat berjilbab lebar yang keislamannya bagus. Saya, dengan baju pendek dan ibadah yang bolong-bolong, selalu merasa lebih rendah jika berkumpul dengan mereka. Saya tahu, jarang sekali muslimah tidak berjilbab yang memilih FSI (di angkatan saya saja, hanya dua orang, saya dan Tikong). Tapi saya bertekad tidak mau kalah. Saya harus bisa masuk FSI. Saya harus memantapkan niat saya.
Kaderisasinya sih tidak terlalu berat. Saya bisa melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dan mengenal kakak-kakak tingkat yang baik-baik. Dan setelah saya mempelajari departemen-departemen di FSI, saya pun menegaskan: saya ingin masuk departemen Syiar. Ya, Syiar. Tadinya saya ingin masuk departemen Media dan Komunikasi (Medikasi) tapi tahun ini departemen itu di-merger dengan Syiar, jadi ya sudahlah. Lagipula, menurut saya, sebagai suatu departemen pentolan FSI, saya bisa belajar banyak hal tentang Islam di Syiar.
Maka saya mencatat pilihan saya: Syiar, PSDM (Pengembangan Sumber Daya Muslim), dan KDM (Keluarga Dokter Muslim). Sempat panik juga karena saat magang akhir, saya diminta magang di Humas (Hubungan Masyarakat).
Daaaaan....bismillahirrahmanirrahim....
"Departemen Syiar, Akhwat. Ayesya Nasta Lestari."
"Alhamdulillah!" saya menjerit bahagia. Saya berhasil mencapai impian saya! Saya masuk Departemen Syiar! Bergegas saya maju ke depan bersama Anggi dan Etik, dua teman saya yang juga terpilih masuk Departemen Syiar.
Enam bulan saya jalani bersama Syiar. Jujur saja tidak banyak yang saya lakukan, selain menjadi panitia buka puasa muslim dan sempat jadi PJ Konsumsi Cerdik (Ceramah dan Diskusi) yang akhirnya tidak jadi dilaksanakan. Tapi saya menikmati masa-masa itu, karena saya bisa nongkrong di ruang FSI dan alhamdulillah, mendapat hidayah untuk mengenakan jilbab.
Akhir tahun 2010 sampai awal tahun 2011 menjadi kesempatan bagi badan-badan untuk merombak kepengurusan dan memilih ketua baru, tak terkecuali FSI. Kami mengadakan Mukerta (Musyawarah Kerja Tahunan) di mana saya menjadi PJ Pubdok. Saya tidak bisa mengikuti Mukerta hari pertama, namun saya mengikuti hari keduanya. Dan saya diberi tahu, bahwa salah satu keputusan Mukerta hari pertama adalah mengadakan kembali Departemen Medikasi. Saya pun tertarik dan berniat untuk menjadi anggotanya.
Beberapa hari setelah Mukerta, saya mendapatkan sms dari Kak Amel, senior saya angkatan 2008 yang baru terpilih menjadi ketua keputrian (kaput). Sms itu tidak hanya ditujukan kepada saya, karena Kak Amel menyebut banyak nama orang lain di dalamnya. Namun intinya adalah menanyakan apakah saya bersedia diwawancara pada tanggal sekian. Saya pun mengerutkan kening dan membalas, "Buat apa kak?"
Kak Amel membalas santai, "Ada deh!"
Saya memberitahu beberapa teman saya mengenai sms itu dan bertanya-tanya apa artinya. Saat saya mengatakannya pada Afifah, ia langsung menyeletuk, "Aku tau kenapa!"
"Kenapa?" tanya saya heran.
"Kak Amel sama Bang Kevin kan lagi nyari ketua-ketua departemen baru. Terus waktu di FSI, Kak Amel nanya sama akhwat lain kira-kira siapa yang bisa jadi kadept Medikasi, Vinda nyalonin kamu!"
"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH?!!!" saya spontan teriak.
Saya? Kadept Medikasi? Saya bahkan tidak mampu memimpin diri saya sendiri, bagaimana saya bisa memimpin orang lain? Saya langsung mencari Vinda untuk marah-marah, sekaligus bilang karena dia sudah menjerumuskan saya, dia harus masuk Medikasi bersama saya.
Tapi, seperti kata Kak Amel, amanah nggak pernah salah memilih pengembannya. Beberapa hari setelah saya diwawancara, saya mendapatkan sms ini.
"Selamat, Anda terpilih menjadi Kadept Medikasi."
Saya menghembuskan napas dan mengucap alhamdulillah. Saya masih belum tahu apa yang akan saya lakukan, tapi saya tahu saya telah diberi amanah untuk memimpin suatu departemen baru dan saya tidak akan menyia-nyiakannya. Jadi saya pun mulai bekerja.
Saya tidak akan bilang bahwa kepemimpinan saya di Medikasi berjalan mulus. Saya bukan kadept yang baik, saya tahu, tapi saya juga tidak mengharapkan anggota-anggota saya begitu cuek. Dengan usaha keras, saya berhasil melalui "cobaan" ini sampai ke pertengahan tahun.
Tapi, ada hal yang menyenangkan juga. Saya mempunyai sekbend yang sangat bersemangat, namanya Aravinda Pravita Ichsantiarini. Kak Amel banyak membantu proker saya, terutama Sumaru (suplemen mahasiswa baru). Dan saya akhirnya mendapatkan tiga anggota baru yang bersemangat, Arief, Tiara, dan Halida.
Jadi, yang ingin saya katakan adalah, saya sama sekali tidak menyesali waktu-waktu yang saya lewatkan di FSI. Baik saat saya masih di Syiar maupun sekarang saat saya mengetuai Medikasi. Bukankah kita memang harus berusaha untuk meraih kebahagiaan? :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar