Melanjutkan posting saya sebelumnya, di mana saya menceritakan pengalaman saya menjadi fasil PSAF di hari pertama. Sekarang saya akan menceritakan bagaimana pengalaman saya di hari kedua.
Seperti hari sebelumnya, pukul lima dini hari saya sudah bersiaga di kampus untuk menanti kedatangan maba. Karena sebelumnya sempat terjadi masalah antara pihak panitia dan dekanat, kami jadi dilarang menggunakan tensi dua (sayang, padahal itu "puncak"nya tuh, wkwkwk). Saya dan Kak Dani kembali berkumpul untuk mendiskusikan beberapa hal. Karena hari ini angkatan 2008 dan 2007 harus memilih stase klinik, kemungkinan besar Kak Dani harus "vakum" sebentar dari jam 9, jadi sayalah yang memegang tanggung jawab lebih besar hari ini.
Kami pergi ke lapangan untuk menyambut maba. Terasa sekali bedanya dengan kemarin, karena anak keamanan nggak marah-marah lagi. Saya nggak tahu, para maba ngerasain atau nggak. Intinya, kami kembali ngelakuin segala ritual ngumpulin tugas dan ngecekin kelengkapan maba, dan kami bersyukur karena hari ini nggak ada maba di kelompok kami yang telat. Sayangnya, satu maba, Dyna, yang sempat saya sebut di post sebelumnya, nggak masuk. Apa karena masih syok ya?
Maba langsung ngelakuin perpindahan ke aula, sementara kami kembali ngemper di selasar histo buat meriksa tugas maba. Kali ini, waktu meriksanya panjang banget, menurut Kak Ira (PJ fasil taun lalu) jauh lebih panjang dari taun lalu. Dan tetep aja, saya harus tahan ngedenger teriakannya Kak Dani setiap beberapa detik sekali. Tapi begitu jam 9, suasana jadi agak lebih tenang karena Kak Dani udah sibuk nyoba buka siak...and guess what? Pengisiannya ditunda jadi jam 12. Saya terpaksa nyengir-nyengir aja ngedengerin Kak Dani ngamuk-ngamuk (maaf ya kak, saya nggak bermaksud ngejek kakak kok....).
Begitu tugas maba udah selesai dinilai, saya cepet-cepet kabur ke kamar mandi. Sekembalinya saya, saya ngecek lagi tugas maba kalau-kalau ada plagiarisme. Dan dapetlah, tiga maba di kelompok saya yang satu tugasnya sama persis. Ada dua orang lagi sih yang tugasnya sama, tapi yang satu kurang satu paragraf, jadi Kak Dani nggak nganggep itu sebagai plagiarisme.
Meriksa tugas udah selesai, tapi tugas saya selanjutnya masih lama. Akhirnya, saya ngemper di MA sambil nonton Running Man bareng Mbak Lilis (kalo maba tau panitia pada gabut, bisa diapain yahh, wkwkwk). Saya baru keluar lagi waktu briefing sidang (saya yang ikut sidang hari kedua, inget?). Dan terpaksa pasrah menerima kenyataan kalau banyak maba di kelompok saya dapet strata mayor.
Kali ini, kelompok saya kebagian sidang di lab biokimia. Saya dan hakim (maaf saya lupa siapa nama hakimnya -_-) udah siaga di sana, sementara sang keamanan kelompok, Avian, malah ilang entah kemana. Syukurlah, waktu maba dateng, akhirnya dia nongol juga. Saya buru-buru pasang muka jaim. Dan sidang pun dimulai.
Mekanisme sidangnya kayak gini. Keamanan manggil maba secara acak, nyebutin kesalahan-kesalahannya, dan mengonfirmasi apakah itu benar. Kalau maba protes, saya akan ngambil tugasnya dan nunjukin ke anak keamanan dan maba itu sendiri. Kalau ternyata saya salah meriksa, atau si maba punya alesan bagus kenapa dia nggak ngerjain, stratanya bisa turun. Tapi kalau alesannya nggak bagus, stratanya bisa naik.
Sebagai fasil, saya berusaha objektif menilai maba dan nggak ngejatuhin mereka, tapi sialnya, ada satu keamanan lagi yang ikut sidang kelompok saya dan itu adalah Beta. Beta adalah teman seangkatan saya yang badannya agak kecil tapi galaknya minta tobat. Nggak se-toa Kak Dani, tapi suaranya Beta jauh lebih cempreng. Jadilah saya cuma bisa pasrah dan mendoakan kemaslahatan maba-maba kelompok saya yang jadi "korban" Beta. Parahnya, ada satu orang yang sampe nangis (maaf ya dek, saya juga lupa nama kamu... X_X) tapi karena alesannya emang bagus, stratanya diturunin.
Di hari kedua, eksekusi strata langsung di tempat. Saya ditugaskan menilai maba kelompok saya yang mendapat strata 1 dan 2. Yang strata 1 ditugaskan memeragakan cara mencuci tangan yang baik dan benar, sedangkan yang strata 2 harus melakukan monolog komunikasi dokter dan pasien dengan kondisi pasien sedang panik akan melahirkan. Sejujurnya sih mereka nggak terlalu bagus peragaannya, tapi berhubung saya fasil yang baik hati dan tidak sombong (iya, narsis, saya tau) saya lulusin aja.
Seusai sidang, maba ngikutin Mahasiswa Peduli (di mana mereka akan diamukin dan disuruh bikin baksos), sementara saya ngemper di FSI dan tidur di sana sampe saatnya kumpul di aula. Di aula inilah, maba akan diajak merenung, dan kemudian ada acara "Kejutan Ulang Tahun" yang saya suka. Jadi ceritanya, maba-maba yang ultah bulan Agustus dipanggil ke depan dan dibilangin bahwa mereka udah ngelakuin kesalahan yang sangat berat. Pas mereka udah deg-degan, satu angkatan plus panitia nyanyiin lagu Happy Birthday buat mereka. Habis itu mereka dapet kado deh. Hehehe.
Setelah acara di aula, maba salam-salaman dengan semua panitia dan ngambil makanan serta ta'jil. Karena heboh, saya dan Kak Dani jadi agak repot ngumpulin maba kelompok kita buat ngembaliin tugas dan barang berharga. Begitu mereka kumpul, saya nggak ngelewatin kesempatan ini buat nanya, "Gimana menurut kalian, difasilin sama saya? Ada keluhan nggak, misalnya saya galak, jutek, atau apa?"
Syukurnya, maba-maba di kelompok saya semuanya bilang kalau saya baik banget, bahkan ada satu yang ngedoain saya cepet dapet jodoh yang ganteng (ini serius!). Saya ngaminin aja deh, meski sempet syok karena nggak nyangka didoain kayak gitu. Saya juga sharing dikit tentang FKUI dan PSAF, dan saya cerita kalau ini pengalaman pertama saya sebagai fasil soalnya pas PSAF tahun lalu, 2009 belum diizinin jadi fasil.
Setelah semuanya selesai, kami nyempetin diri buat foto bareng. Dan saya bilang ke maba-maba kelompok saya, "Nggak apa-apa kalian nggak jadi kelompok terbaik, kalian tetep kelompok terbaik yang pernah saya fasilin...."
Dan mereka ngebales, "Karena kita kelompok pertama yang pernah kakak fasilin?"
Saya nyengir.
Well, akhirnya dua hari PSAF selesai. Melelahkan, tapi saya puas. Saya berhasil melaksanakan tugas saya mengayomi maba, dan saya juga senang karena sepertinya saya berhasil menanamkan citra baik dalam hati mereka. Meskipun sekarang saya sudah lupa sebagian besar dari mereka (maafkan saya dek, saya emang pelupa) tapi saya tidak menyesal pernah menjadi fasil. Saya bisa belajar bagaimana "mengasuh" adik kelas. Dan tentunya, mendapat bayaran berupa senyum dan sapaan saat saya lewat di depan mereka....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar