Selasa, 16 November 2010

Kadaver?

Berhubung gue lagi in the mood of writing banget dan gak tau mau nulis apa di blog, gue jadi keinget sesuatu yang gue baca di blog orang lain. Yaitu tentang pameran mayat (apa deh nama kerennya gue lupa) yang beberapa waktu lalu diadain di singapur. Dan orang yang nulis blog itu bilang kalo dia serem sendiri sama mayat-mayat itu.

Hmm.

Emang sih, gue tau gak semua orang kayak gue yang udah kebal sama kadaver (malah gue sekarang lagi merindukan mayat-mayat di ruang anatomi itu.... PLEASE, MUSCULO, CEPATLAH DATANG!!!) tapi gue sekarang malah heran, kenapa ada orang takut sama mayat. I mean, itu kan cuma tubuh yang nggak bergerak lagi, dan nggak bisa ngapa-ngapain lo.

Pernah ada temen gue yang nanya, "Ta, lo gak pernah kenapa2 kan sama mayat?"

Gue (dengan otak yang lagi FK-minded) pun ngejawab polos, "Kenapa? Loe tau ya kalo ujian anatomi gue remed?" (Random, I know)

"Kaga. Maksudnya pas lo lagi pegang-pegang mayat, tau-tau tangan lo dipegang sama mayatnya."

"Nggak."

"Lo pernah didatengin hantu?"

"Nggak juga."

Gue sendiri heran, padahal gue termasuk orang yang sering bersentuhan sama mayat, dan katanya sih orang yang sering bergaul dengan mayat bakal suka diganggu. Dan kurang apa gue bergaul sama mayat? Gue anak FK yang notabene sering keluar-masuk ruang anatomi, gue juga suka lewat kamar mayat kalo mau potong jalan dari Parasitologi ke Salemba 6.

Tapi so far, gue nggak pernah diganggu, dan gue mensyukuri itu.

Maaf ya nyampah, gue lagi labil parah.

Kata Orang Saat Tahu Saya Berjilbab

"Syukur kamu udah tobat."
-Dari pacar tercinta, yang langsung gue respon dengan "sialan"

"Assalamualaikum bu haji..."
-Komentar dari Lunnie, sahabat gue, pas gue nyamperin dia buat nonton bareng

"Yakin kamu udah siap?"
-Nyokap

"Loh, kamu udah berjilbab sekarang? Subhanallah...."
-various, kebanyakan sih akhwat FSI

"Tetep istiqamah ya dek..."
-Kak Findra, pas ngasih gue jilbab

"Tata jadi tambah cantik deh...."
-various, kebanyakan akhwat FSI juga, plus2 temen2 SMA gue


Dan dari semua komen itu, gue paling suka komen terakhir. muahahahahhaha.
Wajar kan, semua cewek pasti mau dibilang cantik....
maaf saya lagi random

Selasa, 02 November 2010

Aku, Penulis Dunia Maya

Aku.

Siapa aku?

Siapa yang mengenal namaku?

Ah, hanya keluarga, teman kuliah, dan segelintir teman dekat.

Mereka tahu aku suka menulis.

Mereka pernah membaca karyaku dan berkomentar. Ada komentar yang baik, ada komentar yang buruk.

Tapi hanya sedikit yang tahu bahwa aku benar-benar seorang penulis.

Yah, bukan penulis terkenal. Bahkan para "pembaca setia"ku tidak tahu persis siapa sebenarnya diriku.

Aku seorang penulis dunia maya.

Tiap hari, imajinasiku mengembang, jemariku berkelana. Bukan di atas kertas putih tanpa noda bersama rembesan pena, melainkan di atas tuts-tuts keyboard hitam yang dingin. Oh, tapi setelah beberapa jam berlayar bersama, tuts-tuts itu akan menjadi hangat.

Modalku bukan segepok ide, penelitian selama bertahun-tahun, atau kerja keras bersimbah keringat dan darah. Tidak ada penerbit yang berniat melirikku, karena aku memang tidak menulis buku. Aku hanya mengandalkan sebuah laptop, sambungan internet, dan beberapa website spesial yang bersedia menampung curahan imajinasi seorang penulis tidak terkenal.

Dan para pembaca website itu hanya meninggalkan komentar jika mereka merasa menyukai karya-karyaku. Jika tidak? Oh, tinggalkan saja. Jangan sakiti perasaan penulis muda ini.

Terdengar mudah?

Oh, tidak.

Karyaku memang bukan karya profesional. Tapi aku mencurahkan segenap cinta ke dalam tulisanku, mencoba menemukan diriku dalam halaman kosong Microsoft Word, mencoba mengalirkan pemikiranku di antara kata-kata absurd, mencoba bertempur melawan imajinasi yang menyelinap di antara kegiatan sehari-hariku.

Dan karya yang akhirnya dengan bangga kupublikasikan itu, tidak mendapatkan apresiasi baik.

Aku menarik napas. Kecewa. Sedih. Pahit.

Apakah aku hanya membuang-buang waktu menuliskan sebuah karya yang tidak mendapat tanggapan? Apakah usahaku mencurahkan pemikiranku dalam sebuah halaman kosong hanya dianggap angin lalu? Sekilas aku membaca komentar-komentar yang telah lalu. Tidak terlalu meyakinkan.

Tapi masih ada yang berkomentar. Itulah yang terpenting.

Dan itu mendorongku untuk terus maju.

Ah.....

Aku memang tidak bisa bermain kata-kata sebaik Davrina Rianda.

Aku tidak bisa berbahasa Inggris sebaik Oviliani Wijayanti.

Aku juga tidak bisa menulis dengan bahasa puitik Alia Nessa.

Tapi aku seorang penulis dunia maya.

Dan aku belum menyerah untuk berkarya.

Suatu saat nanti, aku pasti bisa mendapatkan apresiasi sebaik mereka.