Kamis, 19 Mei 2011

Sepatah Kata Tentang Fasil Diskusi

Diskusi. Sebuah kata yang begitu familiar dalam kehidupanku. Tak heran, karena memang hal ini tak terpisahkan dari keseharian mahasiswa FKUI. Diskusi 1 setiap hari Senin untuk membahas pemicu tertentu, membuat LTM, dipresentasikan pada diskusi 2 di hari Kamis, lalu pleno di hari Jumat. Begitulah siklus yang berlangsung, kurang-lebih. Sebenarnya, diskusi ini cukup menarik. Bagi orang seperti saya yang susah belajar hanya dengan mendengarkan kuliah, LTM menjadi salah satu alternatif belajar. Meski kadang-kadang bahannya membuat saya hampir mengalami perdarahan otak, saya tetap menikmatinya.

Dalam setiap diskusi, kami dibimbing oleh satu dosen, yang kami sebut fasilitator atau fasil untuk pendeknya. Fasilitator ini bertugas membimbing jalannya diskusi, menjaga supaya kami tidak melenceng jauh dari pemicu, dan membantu dalam satu-dua hal yang kami tidak mengerti. Fasil juga menilai kinerja kami dalam diskusi. Intinya, hidup dan mati kami dalam diskusi ada di tangan fasil.

Dan subjektivitas fasil itulah yang sering menjadi masalah.

Fasil "sungguhan" saya yang pertama, di modul Sel dan Genetika, bernama dr. Syarifah dari Dept Biokimia. Beliau lumayan baik, tidak cerewet, memahami materi tapi tidak terlalu banyak mengintervensi hasil diskusi kami. Di bawah bimbingan beliau, hasil diskusi kami mencapai hasil yang cukup baik, dan kami bebas mengungkapkan pikiran kami.

Fasil saya yang kedua, di modul Biomolekuler, saya panggil Pak Yunardi (karena beliau bukan dokter). Beliau fasil diskusi yang baik, mendorong kami untuk menyusun presentasi saat diskusi kedua, dan mendorong kami untuk meringkas LTM. Barangkali maksudnya baik, tapi saya jadi pegal-pegal karena harus menyalin sekian banyak LTM. Dan entah kenapa, saya selalu terserang diare kalau dekat-dekat dengan beliau.

Pak Aryo Tedjo dari Dept Kimia adalah fasil saya di modul Neurosains. Sama dengan dr Syarifah, beliau tidak banyak mengintervensi diskusi kami, tapi saya rasa itu karena beliau tidak begitu memahami materinya. Apapun yang kami tulis dalam catatan diskusi, beliau tidak pernah memprotes (setidaknya itu menurut saya). Bagaimanapun, pengalaman dengan Pak Yunardi telah membuat kami cukup mandiri dalam berdiskusi, dan diskusi di modul Neurosains pun berjalan dengan lancar.

Di modul Tumbuh Kembang, modul pertama saya di tingkat dua, saya mendapat fasil dari Biokimia lagi yang saya lupa namanya (mohon maafkan saya, dok!). Sama seperti dr Syarifah, fasil saya yang ini juga baik sekali. Pernah sekali beliau terlambat datang untuk diskusi 1, dan saat beliau akhirnya datang, diskusi kami sudah selesai. Akhirnya, beliau hanya memperbaiki sedikit analisis masalah kami lalu memberi kami semua nilai 8.

Modul Kulit disepakati kelompok kami sebagai modul di mana kami merasa paling beruntung. Pasalnya, kami mendapat fasil dari departemen Anatomi, dr. Gondo. Orangnya sudah agak tua dan kadang-kadang bisa menyindir dengan pedas, tapi kami semua menyukainya. Beliau terkadang memberikan intervensi secara baik-baik, namun tetap membebaskan kami menyalurkan pikiran dalam berdiskusi, tidak pelit memberi nilai, dan yang terpenting....tidak pernah mengomentari LTM saya yang selalu saya print dengan warna biru gara-gara tinta print hitam saya habis. Setelah modul ini selesai, kami semua sedih dan bertanya-tanya kapan kami akan bisa mendapatkan fasil sebaik beliau lagi. We love you, doc.

"Kalau kita beruntung banget di modul Kulit, jangan-jangan kita sial nih di modul Muskulo," kata Wynne. Dan memang begitulah adanya. Di modul Muskuloskeletal ini, kami mendapat fasil yang saking menyebalkannya takkan saya tulis namanya. Banyak sekali hal mengesalkan dari beliau yang tak mampu kami terima. Misalnya, tidak konsisten dalam menentukan pusat analisis masalah, tidak pernah mengembalikan buku catatan diskusi kami tepat waktu sehingga kami harus menyalin dua kali, tidak memberi nilai bagus, bahkan tidak pernah memperhatikan diskusi kami! Saya bisa menceritakan tentang beliau secara panjang-lebar, tapi saya sudah malas sekali melakukannya.

Modul Gastrointestinal....no comment karena saya lupa siapa fasil saya dan caranya memimpin diskusi. Ya Tuhan, ada yang salah dengan ingatan saya.

Selanjutnya, modul Renal di mana saya pertama kali mendapatkan fasil yang benar-benar bermutu. Namanya drg. Sri Redjeki (ya, beliau sebenarnya adalah seorang dokter gigi), dari Departemen Faal. Awalnya, saya tidak suka padanya karena ia terlalu mengintervensi diskusi kami dan mendesak kami untuk membahas faal habis-habisan, padahal kami terbiasa untuk membahas anatomi dan histologi dalam diskusi pertama kami. Namun setelah saya terbiasa dengannya, saya jadi menyukainya. Saya mengerti, beliau mencereweti kami karena perhatian pada kami dan ingin kami meraih hasil terbaik. Pada akhirnya, kami senang bisa berdiskusi dengan beliau.

Dan akhirnya, modul Kardiovaskular yang sedang saya jalani sekarang. Fasil saya masih dari Departemen Faal, namanya drg. Etty Thamrin. Beliau sepertinya setipe dengan drg. Sri Redjeki, tidak secerewet itu sih tapi sangat teliti. Beliau sangat cermat menangkap bagian-bagian pemicu yang kami anggap tidak penting namun ternyata merupakan inti segalanya. Sekarang masih terlalu dini untuk mengatakan apakah saya benar-benar menyukainya, tapi sejauh ini beliau baik pada kami.

Bagaimana dengan modul-modul selanjutnya? Kita belum tahu sekarang. Mungkin saya akan menulis lagi saat sudah lulus nanti....